Bahan Ajar Etika Pemerintahan - FISIP
Kebanyakan orang merasa bahwa norma-norma dan
hukum mempunyai peranan yang besar dalam
etika, karena kalau tidak demikian apapun yang diatur akan menemukan
kesewenangan dan akhirnya menjadi ketiranian.
Etika artinya sama dengan kata Indonesia ”kesusilaan”,
kata dasarnya susila dari bahasa Sansekerta yang berarti norma kehidupan yang
baik. Asal kata etika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani ”ethos” yang
berarti watak atau adat. Kata ini identik dengan kata moral yang beasal dari
bahasa Latin ”mos” atau ”mores” yang berarti adat atau cara hidup. Keduanya
berarti menunjukan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau
praktek sekelompok manusia.
Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai
suatu atau setiap kesediaan jiwa seseorang untuk senantiasa taat dan patuh
kepada seperangkat peraturan kesusilaan. Etika sering diartikan sebagai
prinsip-prinsip moral. Banyak orang berpendapat bahwa pengertian etika dan
moral bisa saling dipertukarkan. Sedangkan menurut Alois A Nugroho dalam Etika
Administrasi Bisnis menyatakan bahwa:
”Moral ialah ajaran tentang perilaku yang baik
dan buruk, sedang etika ialah cabang filsafat yang secara teoritik menyoroti,
menganalisis dan mengevaluasi ajaran-ajaran tersebut, tanpa sendiri mengajukan
suatu ajaran tentang mana perilaku yang baik dan buruk”
Etika juga berarti nilai-nilai dan prinsip yang
mengarahkan pada perilaku baik dan buruk. Ada tiga hal dari definisi menurut Donald
C. Menzel (Ethick Moments in Government: Cases and Controversies, 2010:8) yakni,
nilai dan prinsip, perilaku serta baik dan buruk. Nilai bisa berupa sebuah ide,
objek, praktek dan hampir semua selain yang kita anggap berharga. Tentu saja,
etika tidak mencakup semua nilai. Uang atau status sebagai sebuah nilai. Banyak
orang menganggap berharga pada uang dan status tapi kita tidak bisa menyatakan
sebagai nilai dari pengertian etika. Prinsip adalah aturan untuk bertindak.
Etika adalah tentang perilaku dan konsekuensinya.
Etika pemerintahan adalah studi tentang sentuhan
etika pada hubungan pemerintahan. Hubungan pemerintahan adalah hubungan yang
terjadi antara yang memerintah dengan yang diperintah. Sentuhan etika pada
hubungan pemerintahan dilihat dari sudut pandang pemerintah dapat digambarkan
sebagai berikut:
Kekuasaan_1_Kewenangan_2_Perintah_3_Kekuatan_4_Pemaksaan_5_Kekerasan_6
+
Pemerintah Hubungan
Pemerintahan Yang
diperintah
Sentuhan terjadi pada titik 3 diatas, yakni
saat perintah pemerintah tidak berjalan sesuai yang diinginkan oleh pemerintah
atau saat pemerintah hendak mencapai tujuan tertentu dengan jalan apapun (tujuan
menghalalkan segala cara). Pada titik 1 dan 2 pertimbangan utama adalah
pertimbangan politik, hukum dan administratif. Pada titik 3 ada dua kemungkinan
(A) Pemerintah stop sebentar lalu bertanya, melakukan penelitian atau
penyelidikan, mengevaluasi keadaan, atau melakukan review atau (B) langsung
menggunakan kekuatan dan seterusnya dengan segala konsekuensinya. Melalui
alternatif pertama, kesempatan masuknya pertimbangan etika melalui diri pejabat
yang berkompeten mengambil keputusan lebih besar ketimbang pada alternatif
kedua.
Contoh Kasus 1 Penggunaan Etika sebagai pertimbangan oleh Pemerintah
Kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga
LPG yang rencananya akan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2014, namun karena
banyak penolakan dari yang diperintah atau rakyat, pemerintah memilih alternatif
pertama; stop sebentar, bertanya, mengevaluasi, meneliti dan menyelidiki.
Kemudian pertimbangan etika dipilih akhirnya kebijakan kenaikan harga LPG
diundur pelaksanaannya.
Contoh Kasus 2 Etika tidak dipakai sebagai pertimbangan oleh Pemerintah
Kebijakan pemerintah tentang deponeering kasus
Bibit-Candra mendapat perlawanan dari mahasiswa hampir di seluruh propinsi
terjadi demonstrasi tapi pemerintah memilih langkah memaksakan kebijakan
tersebut dan meredam demonstrasi dengan menggunakan kekuatan (force) yang
akhirnya perlawanan mahasiswa (yang diperintah) berhenti dan dengan sendirinya
Pemerintah tidak perlu melanjutkan pada langkah kekerasan.
Sentuhan Etika pada hubungan pemerintahan dilihat
dari sudut pandang Yang diperintah;
_efektif_Suprastruktur
|
|
Aspirasi_1_Artikulasi_2_Agregasi_3_Komunikasi_4_
|
|_tdk_efektif_5_Perilaku_kolektif_6 |
Pembangkangan sipil_7_Tindakan kolektif
Pada titk 1, 2 dan 3 pertimbangan utama adalah
pertimbangan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. Pada titik 4
komunikasi kepentingan tidak efektif, sebaiknya yang diperintah tarik nafas
dulu, melakukan penelitian, evaluasi atau melakukan review. Langkah ini membawa
kesempatan yang luas bagi masuknya pertimbangan etika di kalangan yang
diperintah, yaitu kesadaran akan keutamaan kepentingan keseluruhan ketimbang
kepentingan golongan.
Contoh Kasus 1 Penggunaan Etika sebagai pertimbangan oleh Yang diperintah
Usulan keinginan sebagian warga Cilacap Barat
untuk memisahkan diri dari Kabupaten Cilacap, menjadi Kabupaten Cilacap Barat
yang mempunyai otonomi sendiri. Ketika usulan disampaikan pada Gubernur Jawa
Tengah yang kemudian ditolak oleh Gubernur. Yang diperintah tarik nafas dulu
dan pertimbangan etika dikedepankan, keinginan pemekaran wilayah ditunda dulu,
dan tidak memilih langkah perilaku kolektif hingga pembangkangan.
Contoh Kasus 2 Etika tidak dipakai sebagai pertimbangan oleh Yang diperintah
Usulan penggantian ketua umum PSSI oleh
sebagian besar pengurus daerah dan pecinta olah raga sepak bola tidak
ditanggapi oleh pemerintah dan ketua umum PSSI, sehingga menimbulkan perlawanan
dan penolakan terhadap ketua umum PSSI. Demonstrasi menuntut mundur terjadi di
banyak daerah, ketika pemerintah tidak mengakomodir dan komunikasi tidak
efektif. Muncullah perilaku dan perlawanan kolektif bahkan terjadi
pembangkangan terhadap PSSI dengan menyelenggarakan Liga sepakbola tandingan
terhadap yang diadakan oleh PSSI. Liga Primer Indonesia sebagai bentuk
pembangkangan terhadap Liga Super Indonesia yang diselenggarakan oleh PSSI.
Pertimbangan Etika Pemerintah
Lingkungan pemerintahan berbeda dengan lingkungan
privat. Dengan menggunakan metodologi William N Dunn dalam Public Policy Analisys (1981), lingkungan pemerintahan meliputi
aspirasi, dukungan, permintaan dan tuntutan pihak yang diperintah, kekuasaan
dan aturan-aturan yang ada dan berlaku sebagai alat penggunaannya; hukum
positif, simbol-simbol dan sebagainya serta harmoni atau konflik antar
kepentingan baik di kalangan pemerintah maupun yang diperintah yang
menggambarkan kondisi hubungan pemerintahan pada suatu waktu. Ketiga hal diatas
lebih jauh lebih keras ketimbangan lingkungan privat.
Pelaku pemerintahan di lingkungan keras dengan
beban berat memerlukan pegangan yang kuat, dalam hal ini pegangan etik. Kesadaran
etik (KE) berlanjut ke kehendak bebas untuk memilih (BM), keputusan batin (KB)
self commitment (SC) kesediaan bertindak sesuai komitmen (ST) dan
pertanggungjawaban etik (TE) :
KE --------- BM ---------- KB
---------- SC ---------- ST ----------- TE
Jika KB menerima atau menolak
disebut duty as the standard dan jika KB adalah tunggu dan lihat atau bergantung
pada berarti good as the standard.
Gambar diatas menunjukan pentingnya KB dalam
pertimbangan etik. Tingkat keselarasan antara variabel KB dengan ST
menggambarkan tingkat keetikan suatu tindakan. Pertimbangan KB dibagi menjadi
dua ; the good dan duty. Tindakan etik dapat dilakukan menurut dua pola: Pola
pelakonan; The Good As Standard dan
Pola Peragaan; Duty As Standard. Pola
pelakonan menunjukan bahwa budaya pelaku dipengaruhi oleh skenario dari luar
atau input (IP) dan imbalan atau manfaat yang diharapkan oleh pelaku atau
outcome (OC). Pola peragaan menunjukan bahwa budaya pelaku ditentukan oleh KB
(SC) pelaku, kendati Ipnya dari luar, ST tidak dipengaruhi oleh IP maupun OC.
Dalam pola pelakonan ST bisa tidak serasi atau selaras dengan KB atau SC sedang
dalam pola peragaan keserasian atau keselarasan tetap dijunjung tinggi.
Pertanggungjawaban Etika
Pertanggungjawaban etika diartikan sebagai
kesediaan otonom untuk menanggung akibat atau resiko output atau outcome, dalam
hal ini berbagai macam sanksi, minimal sanksi etik. Bertanggung jawab kepada
siapa? Pada pola pelakonan, model administrasi atau birokrasi, bawahan
bertanggung jawab pada atasan yang mengangkat atau menunjuknya. Seorang direktur bertanggung jawab
kepada direktur utama. Reward atau punishment terhadap bawahan dijatuhkan oleh atasan. Pada pola
peragaan, pelaku bertanggung jawab secara pribadi atas tindakannya dan sanksi
bersumber dari dalam diri serta ditimpakan pada diri sendiri pula (sanksi
otonom). Mengapa sanksi datang dari diri sendiri?
Ia diangkat sebagai direktur setelah ia menyatakan
dengan sadar menerima jabatan tersebut berdasarkan pilihan bebas (volition).
Secara sadar artinya ia mengenal isi jabatan, hubungannya dengan jabatan lain,
posisi dan peran yang wajib dilakukannya melalui jabatannya itu, ia tidak
dipaksa atau merasa terpaksa menerimanya.
Kesadaran etika dalam hubungan itu diartikan
sebagai kemampuan untuk mengetahui (mengenal) sebab dan akibat, untung dan rugi
tindakannya menerima jabatan itu sejak awal. Ia diwajibkan (konform dengan
kasadaran etiknya) untuk melakukan tugas jabatan guna mencapai tujuan tertentu
dan untuk itu kepadanya diberikan wewenang (authority) mengambil keputusan dan
bertindak, sekaligus dengan bekal, fasilitas dan keperluan lainnya.
Dari dia dituntut pertanggungjawaban atas
penggunaan dan sebagai imbangan terhadap kewenangna tersebut. Oleh dan melalui
kesadaran etiknya, ia tidak hanya bertanggung jawab kepada atasannya tetapi
juga kepada semua pihak terkait, terlebih pada dirinya sendiri. Inilah model
wewenang dan tanggung jawab. Buah pertanggungjawaban itu berbentuk reward dan
punishment dari dan terhadap dirinya sendiri.
Sebagai imbangan terhadap kewajiban tersebut diatas, kepadanya dijanjikan berbagai hak yang pemenuhannya berasal dari
pihak-pihak yang menuntutnya berkewajiban (butir 3, model hak dan kewajiban),
tetapi karena sejak awal ia menyadari segala kemungkinan, maka jika reward dan
punishment tidak seperti yang diharapkan, maka ia bersedia memikul akibatnya,
tidak menyalahkan orang lain tetapi diri sendiri dan perilaku positifnya
(misalnya semangat kerja) tidak berubah.
Bagaimana jika seseorang
telah bekerja dengan baik dan berhasil tetapi ia tidak menerima suatu reward?
Berdasarkan kesadaran etik pola peragaan, ia harus rela dan ikhlas dan
menganggap itu dari sudut etik, wajar. Selanjutnya jika ia bekerja dengan baik
dan berhasil, tetapi ia mendapat punishment,
itulah pengorbanan, sementara jika ia tidak melakukan apa-apa, apa lagi ia
gagal tetapi mendapat reward, itulah korupsi. Lagi
pula reward bukan hanya financial reward
tetapi juga social reward. Nilai
social reward jauh lebih tinggi ketimbang financial
reward. Ketetapan pemerintah untuk menaikkan secara fantastic financial
reward bagi pejabat Negara dan pejabat struktural menunjukakan bahwa pemerintah
(semua lembaga tinggi Negara) Indonesia
sangat individualistic dan materialistic.
Literatur
- Etzioni, Amitai (1992). Dimensi Moral: Menuju Ilmu Ekonomi Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
- Kumorotomo, Wahyudi (1992). Etika Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
- Magnis-Suseno, Frans (1991). Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia.
- Salonga, Jovito R. ( 1994). Ethics in Politics: Three Lectures. Diliman, Quezon City: University of The Philippines Press.
- Syafiie, Inu K.(2011). Etika Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta
Sejumlah Konsep Yang Relevan
- Etika, dari bahasa Yunani ethos, artinya: kebiasaan atau watak
- Moral, dari bahasa Latin mos (jamak: mores), artinya: cara hidup atau kebiasaan.
- Norma, dalam bahasa Latin, norma berarti penyiku atau pengukur, dalam bahasa Inggris, norm, berarti aturan atau kaidah.
- Nilai, dalam bhs Inggris value, berarti konsep tentang baik dan buruk baik yang berkenaan dengan proses (instrumental) atau hasil (terminal)
Definisi Konsep Etika
- Ethics is the rules or standards governing the moral conduct of the members of an organization or management profession. (Aturan atau standar yang mengatur/ mengendalikan/ mengarahkan nilai-nilai/ prinsip-prinsip moral dari anggotanya atau profesi managemen). Mis: aturan bahwa setiap uang yang dipakai untuk tujuan kantor harus dilaporkan. (Chandler & Plano, The Public Administration Dictionary, 1982).
- Ethics is defined in moral philosophy as that branch of philosophy dealing with values relating to human conduct, with respect to rightness or wrongness of certain actions, and to the goodness or badness of the motives and ends of such actions.
- Etika cabang dr filsafat moral sbg cabang ilmu filsafat yang berkenaan dengan nilai terkait dg perilaku manusia/ benar salahnya suatu tindakan tertentu (baik buruk terkait dg motif/ tujuan, kalau benar salah terkait dg tindakan. Bukan soal legal atau tidak legal, sesuai atau tidak sesuai dg hukum. Bisa sesuatu yang legal, ternyata tidak etis. (Chandler & Plano, The Public Administration Dictionary, 1982).
- Etika adalah prinsip-prinsip moral atau kepercayaan mengenai apa yang benar dan salah, prinsip-prinsip moral yang diyakini tentang apa yang benar dan apa yang salah. Kepercayaan ini menuntun individu dalam berhubungan dengan orang-orang lain atau dengan kelompok lain/ stake holders, dan memberikan basis dasar pijakan dalam menentukan apakah keputusan-keputusan tertentu atau perilaku tertentu baik atau tepat. Misal Tepat tidak kalau saya memutuskan untuk menggunakan mobil dinas untuk hajatan keluarga, dan etika membantu orang dalam menentukan respon moral terhadap suatu situasi dimana arah tindakan yang terbaik itu tidak jelas.
Posisi Etika
- Teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gullick, Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan-pilihan moral (etika). Teori klasik mengajarkan tentang rasionalisme (prinsip perliaku rasional mis efisiensi, koordinasi, spesialisasi, teori ban berjalan, lebih kepada rasionalitas, bukan kpd pilihan moral, pilihan moral diaggap tidak ilmiah, subyetif, tidak bisa diperdebatkan dan dirasionalkan,
- Teori ini mendewakan rasionalitas, padahal fenomena sosial tidak semuanya bisa dijelaskan dengan kacamata rasionalitas, apalagi kalau bicara moral, maka tidak bisa dirasionalitaskan, Jadi kebutuhan moral hanya kebutuhan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien.
- Kebutuhan moral administrator hanyalah keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien.
- Etika menjadi relevan ketika Administrasi Publik dan politik tidak lagi dilihat sebagai dikotomi. Dengan diskresi (kelonggaran, fleksibilitas, keleluasaan) yang dimiliki, administrator tidak hanya harus efisien, tapi juga harus dapat mendefinisikan kepentingan publik, barang publik dan menentukan pilihan-pilihan kebijakan atau tindakan secara bertanggungjawab. Teori kontemporer, etika masuk.
Model Etika
Model utilitarian (utility):
- Konsep: keputusan etis adalah keputusan yang memberi hasil terbesar kepada jumlah orang yang terbanyak. Misal: membagikan kondom pada pekerja seks dan menganjurkan pelanggan untuk menggunakan kondom; benar tidak pejabat kota membersihkan trotoar dari pedagang kaki lama. Lebih banyak ruginya atau untungnya? Jadi tidak melihat benar atau salah, tetapi lebih pada keuntungan bagi siapa? Tentu saja tidak sederhana.
- Implikasi managerial: bagaimana mengukur manfaat dan kerugian bagi masing-masing kelompok? Bagaimana memprioritaskan kepentingan kelompok-kelompok yang berbeda itu? Manajer harus membandingkan manfaat dan ongkos bagi kelompok-kelompok yang berbeda, dan memutuskan pilihannya.
- Keputusan etis adalah keputusan yang menjaga dan melindungi hak asasi individu. Tekanannya pada hak asasi.
- Implikasi manajerial: manajer harus membandingkan manfaat dan ongkos bagi kelompok-kelompok yang berbeda dan memutuskan pilihan yang menguntungkan mayoritas stakeholders.
- Masalah bagi manager: jika suatu keputusan melindungi satu orang tapi melukai hak lainnya bagaimana harus memilih? Mungkin ada derajat hak, mana yang hakiki, lebih urgen memilih prioritas.
Keputusan
etis adalah keputusan yang mendistribusikan manfaat dan kerugian kepada para
stake holder secara adil, fair dan tidak memihak.
Aliran pemikiran etika
- Teori Empiris: etika diambil dari pengalaman dan dirumuskan sebagai kesepakatan
- Teori Rasional: manusia menentukan apa yang baik dan buruk berdasar penalaran atau logika.
- Teori Intuitif: Manusia secara naluriah atau otomatis mampu membedakan hal yang baik dan buruk.
- Teori Wahyu: Ketentuan baik dan buruk datang dari Yang Maha Kuasa.
Konteks Etika
Debat Herman Finer Vs. Carl Friedrich
- Finer (1936): Untuk menjamin birokrasi yang bertanggungjawab yang diperlukan adalah penegakan sistem kontrol melalui undang-undang dan peraturan yang dapat mendisiplinkan para pelanggar hukum.
- Friedrich (1940): Birokrasi yang bertanggungjawab hanya bisa ditegakkan dengan menseleksi orang yang benar dengan kriteria profesionalisme yang jelas, dan mensosialisasikannya ke dalam nilai-nilai pelayanan publik.
Hukum dan Etika
- Keduanya mengatur perilaku individu
- Terdapat perbedaan: ilegalitas tidak selalu berarti tidak etis
- Hukum bersifat eksternal dan dapat ditegakkan tanpa melibatkan perasaan, atau kepercayaan orang (sasaran hukum), sementara etika bersifat internal, subyektif, digerakkan oleh keyakinan dan kesadaran individu.
- Hukum dalam konteks administrasi adalah soal pemberian otoritas atau instrumen kekuasaan
- Etika dalam arti filosofis adalah fondasi bagi pembentukan perilaku yang konstruktif.
Kehormatan dan Etika
- Legenda Cincinnatus, petani yang diangkat sebagai penguasa diktator, dalam 16 hari mengalahkan musuhnya, lalu dengan sukarela mengembalikan kekuasaannya, dan kembali menjadi petani.
- George Washington: “having now finished the work assigned me, I retire from the great theater of Action…I here offer my commision, and take my leave of all the employments of public life.”
Makna kehormatan
- Kehormatan merupakan konsekuensi dari perilaku yang terpuji
- Kehormatan adalah pengakuan pihak lain atas kualitas perilaku seseorang
- Kehormatan mendahului etika; orang tanpa kehormatan tak punya pedoman moral dan tak tahu bagaimana menjaga etika.
Perilaku tidak etis di birokrasi pemerintah
- Bohong kepada publik
- Korupsi, kolusi, nepotisme
- Melanggar nilai-nilai publik: responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, keadilan, dan lain-lain
- Melanggar sumpah jabatan
- Mengorbankan, mengabaikan, atau merugikan kepentingan publik
Hierarki Etika
Moralitas Pribadi
- Konsep baik-buruk, benar-salah yang telah terinternalisasi dalam diri individu
- Produk dari sosialisasi nilai masa lalu
- Moralitas pribadi adalah superego atau hati nurani yang hidup dalam jiwa dan menuntun perilaku individu
- Konsistensi pada nilai mencerminkan kualitas kepribadian individu
- Moralitas pribadi menjadi basis penting dalam kehidupan sosial dan organisasi
Etika profesi
- Nilai benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan pekerjaan profesional
- Nilai-nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip profesionalisme (kapabilitas teknis, kualitas kerja, komitmen pada profesi)
- Dapat dirumuskan ke dalam kode etik profesional yang berlaku secara universal
- Dalam praktek penerapan etika profesi dipengaruhi oleh sikap eksklusif dan orientasi status dari kaum profesi
- Penegakan etika profesi melalui sanksi profesi
Etika Organisasi
- Konsep baik-buruk dan benar-salah yang terkait dengan kehidupan organisasi
- Nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan organisasi modern (efisiensi, efektivitas, keadilan, transparansi, akuntabilitas, demokrasi)
- Dapat dirumuskan ke dalam kode etik organisasi yang berlaku secara universal
- Dalam praktek penegakan kode etik organisasi dipengaruhi oleh kepentingan sempit organisasi, kepentingan birokrat, atau kepentingan politik dari politisi yang membawahi birokrat)
- Penegakan etika organisasi melalui sanksi organisasi
Etika Sosial
- Konsep benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan hubungan-hubungan sosial
- Nilai bersumber dari agama, tradisi, dan dinamika sosial
- Pada umumnya etika sosial tidak tertulis, tetapi hidup dalam memori publik, dan terinternalisasi melalui sosialisasi nilai di masyarakat
- Etika sosial menjadi basis tertib sosial
- Masyarakat memiliki mekanisme penegakan etika sosial, yaitu melalui penerapan sanksi-sanksi sosial.
Konflik nilai atau etika
- (I:I) Keselamatan Ibu vs. Keselamatan Janin
- (I:P) Kejujuran vs. Keselamatan jiwa pasien
- (I:O) Kejujuran vs. Keselamatan organisasi
- (I:S) Patriotisme vs. Kebenaran
- (I:S) Kemanusiaan vs. Ketertiban Umum
Hukum dan etika
- Keduanya mengatur perilaku individu
- Terdapat perbedaan: illegalitas tidak selalu berarti tidak etis. Misal murid yang berbuat suatu kesalahan karena dia ketemu mencuri dompet teman atau tetangga, langsung dikeluarkan. Ini legal dan benar karena guru dan kep sek punya hak, tetapi ingat anak sekloh blm dewasa, dia anak miskin, broken home, tugas sek mendidik dia, kalau dia melanggar hukum dgn dikeluarkan ttpi didik dia untuk menjadi baik. Contoh lain hamil disekolah, perat sek harus dikeluarkan, ada pandangan moral kalau perempuan hamil tetap dibiarkan sekolah maka membenarkan perilaku tak bermoral. Pertanyaan etis tidak membiarkan anak yang belum sekolah dikeluarkan?
- Hukum sifatnya eksternal dapat ditegakkan tanpa memperhatikan etika, atau kepercayaan orang. Sementara etika bersifat internal, digerakkan oleh keyakinan individu, etika lebih bersifat suby, perb etis dan tidak etis berhub dg hati nuraini. Kalau hukum semuanya eks, kamu salah, dihukum, apaka human atau non hukman tidak peduli.
- Hukum dalam kontek adm lebih soal pemberian otoritas atau instrumen kekuasaan.
- Etika dalam arti filosofis adalah fondasi bagi pembentukan perilaku yang konstruktif.
- HUkum diperlukan spy hukum predictable.
- Basis dari hukum adalah etika, dan ketika hukum diterapkan harus dikembalikan pada prinsip-prinsip etika.
Kenapa diperlukan peraturan etika?
- Untuk meredam kecenderungan kepentingan pribadi.
- Etika bersifat kompleks, dalam banyak kasus bersifat dilematis, karena itu diperlukan yang bisa memberikan kepastian tentang mana yang benar dan salah, baik dan buruk.
- Peraturan etika mengurangi biaya transaksi.
- Penerapan peraturan etika dapat membuat perilaku etis menimbulkan efek reputasi.
- Organisasi publik sekarang banyak dicemooh karena kinerjanaya dinilai buruk, karena itu perlu etika.
Kenapa perilaku tidak etis terjadi?
- Kecenderungan mengedepankan etika personal ketimbang etika yang lebih besar (sosial).
- Kecenderungan mengedepankan kepentingan diri sendiri
- Tekanan dari luar untuk berbuat tidak etis.
- Contoh pak Harto, menciptakan korup yang sistemik. Melindungi anak, cucu, teman, saudara, tetangga dll dengan mengorbankan kepentingan bangsa.
Bagaimana menciptakan organisasi yang etis?
- Merancang struktur etika dan sistem kontrol untuk menutup ruang bagi perilaku tidak etis untuk berkembang : merancang struktur yang memberi disinsentif pada perilaku tidak etis, melindungi wishtle blower, pengembangan komite etika (komite punya otonomi diliuar struktur) untuk melakukan kontrol dan menerapkan sangsi.Untuk bisa bekerja harus ada kode etik yang mengikat.
- Menciptakan kultur etika: perilaku etis menjadi nilai organisasi, harus dicontohkan oleh pemimpin organisasi, komitmen dari seluruh tingkat organisasi.
Daftar Pustaka
Aranson, H. 1981. American Government.
Massachusset: Winthrop Publisher.
Kolb, E.J. 1978. A Framework
for Political Analysis. New Jersey : Prentis Hall.
Lubis, Mochtar dan James C. Scott. 1977. Etika
Pegawai Negeri. Jakarta: Bharata Karya
Aksara.
Magnis-Suseno, Frans. 1994.Etika Politik. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama.
Menzel, Donald C. 2010. Ethics
Moments in Government: Cases and Controversies.
New York : CRC
Press.
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kibernology (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta : Rineka Cipta
Nugroho, Alois A. 2000. Etika Administrasi Baru.
Jakarta : FKK UAJ.
Said, Muhammad. 1960. Etika Masyarakat Indonesia.
Jakarta: Pradny Paramita.
Soewargono. 1997. Kapita Selekta Pemerintahan.
Jakarta: Institut Ilmu Pemerintahan.
Spiro, Herbert J. 1969.
Reswponsibility in Government: theory and Practice. New York : Van Nostrand
Reinhold Co.
Syafii’e, Inu Kencana. 1993. Etika Pemerintahan.
Jakarta: Rineka Cipta.
_____________ 2007. Ilmu Pemerintahan. Jakarta :
Mandar Maju.
0 Response to "Bahan Ajar Etika Pemerintahan - FISIP"
Post a Comment